Jakarta, ADHINEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara pemberantas korupsi dari sejak pembentukan 17 tahun yang lalu telah banyak melakukan langkah penindakan yang mencengangkan banyak pihak oleh karena Operasi Tangkap Tangan (OTT), targetnya adalah penegak hukum dan penyelenggara negara yang terkait dengan suap/gratifikasi. OTT adalah bagian kecil dari tugas KPK, dari kegiatan penyelidikan/penyidikan, yang utama dari tugas KPK adalah melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negaranya besar.
Mantan Ketua Jaksa Muda Intel selaku Ketua Dewan Pembina Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) Dr Adjat Sudrajat di sela-sela kesibukannya di Yogyakarta tanggal 20 September 2019 kepada redaksi mengatakan Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK memiliki peran sebagai trigger mekanism dimana KPK memiliki beberapa tugas diantaranya Melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu, lembaga antirasuah itu juga memiliki tugas Melakukan supervisi terhadap instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, Melakukan tindakan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi, dan Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Namun demikian dalam perjalanannya, masih ada permasalahan yang kini diharapi KPK. KPK yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan tindak pidana korupsi karena lembaga pemerintah yang ditugasi untuk itu (Kepolisian dan Kejaksaan) saat itu dinilai belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Untuk tujuan ini KPK memiliki fungsi sebagai “triggel mekanism” terhadap instansi Kepolisian maupun Kejaksaan melalui pelaksaan koordinasi dan supervisi yang sejauh ini peran tersebut belum terlaksana dengan baik, masih ada kesan KPK kerap bekerja sendirian tanpa koordinasi dan supervisi.
Selain itu, KPK yang dibentuk dengan tugas utama memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi dengan berorientasi pada penyelamatan dan pengembalian kerugian keuangan negara, akan tetapi tugas itu tidak tercapai maksimal oleh karena KPK lebih sering melakukan gerak tindak yang membuat banyak pihak tercengang karena Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para penegak hukum dan penyelenggara negara (dalam kasus suap/gratifikasi) dari pada mengungkap kasus-kasus korupsi yang kerugian negaranya besar.
Dalam menjalaknan tugasnya, KPK salah satu diantaranya melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, mendapat perhatian karena meresahkan masyarakat dan tindak pidana korupsi yang kerugian negaranya paling sedikit satu milyar rupiah. Dalam kontek ini, KPK sudah melakukan.
Telah banyak aparat penegak hukum (jaksa, hakim, pengacara, pegawai lapas), para penyelenggara negara (kepala daerah, pimpinan lembaga negara, anggota legislatif, pejabat pemerintah dari kementrian dan lain-lain) yang dijaring operasi tangkap tangan (istilah KPK) karena dugaan suap dan gratifikasi yang kemudian ditindak lanjuti dengan penyidikan dan penuntutan oleh KPK.
Namun demikian, penanganan kasus/perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara ada dilakukan olek KPK namun tidak signifikan, KPK tidak menggunkan seluruh potensi kewenangan dari tugasnya untuk secara maksimal memberantas tindak pidana korupsi yang berakibat kerugian negaranya besar. Indikatornya, masih banyak kasus/perkara besar yang berindikasi tindak pidana korupsi dan menarik perhatian mayarakat dalam kondisi mangkrak.
Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK memiliki kewenangan dari tugasnya melakukan koordinasi dan supervisi terhadap Instansi pemerintah yang memiliki tugas melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan yang dalam opersionalnya telah dituangkan dalam kesepakatan bersama antara Kejaksaan, Kepolisian dan KPK di tahun 2012.
Isi kesepakatan dalam rangka koordinasi antara lain Mengadakan rapat komisi tingkat pejabat pengendali yaitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Deputi Penindakan KPK sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan rapat komisi dengan para Kejaksaan Tinggi, Kepala Kepolisian Daerah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali terkait tugas penyidikan dan penuntutan. Namun, Isi kesepakatan ini belum berjalan dengan baik/dilaksanakan insidentil.
Isi kesepakatan lain dalam rangka “superpisi” penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaa atau Kepolisian pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) disampaikan kepada KPK, isi kesepakatan ini sudah dilaksanan dan sudah berjalan dengan baik.
Dari isi kesepakatan bersama yang sampai ini ditenggarai belum berjalan adalah dalam hal pengalihan penyelidikan/penyidikan tindak pidana korupsi oleh salah satu pihak (dari KPK kepada Kejaksaan atau Kepolisian), karena standar kinerja yang mengatur prosedur operasionalnya tidak ada.
Standar kinerja/Stadar Operating Prosedure perlu dibuat selain untuk tertib tata kerja juga untuk sinergitas ketiga institusi dalam pembarantasan tindak korupsi. Kali ini pimpinan baru KPK sudah terbentuk dikomandani oleh Irjen Pol Firli Bahuri, 3 (tiga) bulan diawal pelaksanaan jabatannya, segera mengambil langkah-langkah taktis dan strategis sebagai berikut ;
1. Melakukan konsolidasi personil menyatukan visi penyidik KPK adalah satu (tidak ada blok/geng) tidak saling mendominasi, kecuali dalam bentuk team kerja sesuai surat perintah yang diberikan.
2. Melakukan kajian forensik (bedah kasus/perkara) yang mangkrak untuk diketahui penyebabnya apakah karena masalah teknis, personil atau masalah lain serta solusinya untuk disampaikan kepada publik.
3. Melakukan evaluasi kinerja organisasi, tugas KPK bukan hanya melakukan penindakan melalui operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, tetapi juga melakukan pencegahan tindak pidana korupsi seperti kebocoran anggaran di instansi pemerintah maupun dalam pelaksanaan proyek pembangunan. Kegiatan dari tugas KPK melakukan pencegahan dirasakan masih sepi/tidak jelas.
4. Menggairahkan kembali tugas dan fungsi KPK sebagai “trigger mekanism” melalui koordinasi dan supervisi, sebagaimana komitmen yang sudah dituangkan dalam “Kesepakatan Bersama antara Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi” ditahun 2012.