Kepri, ADHInews – Dalam hubungan antara gubernur dengan bupati/wali kota bersifat bertingkat, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat melakukan peran pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua DPD Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Provinsi Kepuluan Riau Dr. Drs. H. M. Juramadi Esram, S.H., M.T dalam Webinar dengan tema “Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintahan Pusat: Tinjauan Hukum Tata Negara”, yang diselenggarakan oleh MW Kahmi Kepulauan Riau bekerjasama dengan DPD ADHI Kepulauan Riau, Rabu, 6 Juli 2022.
Presiden ADHI Dr. Yetti Suciaty, SH, MBA menyampaikan apresiasinya atas digelarnya acara webinar tersebut. Menurutnya, tema Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintahan Pusat: Tinjauan Hukum Tata Negara sangat menarik untuk dibahas sebagai bentuk sumbangsih pemikiran ADHI kepada pemerintah dalam konteks keilmuan.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada ADHI DPD Riau yang diketuai Dr. Drs. H. M. Juramadi Esram, S.H., M.T yang telah melakukan webinar bersama KAHMI, semoga tema ini memberikan wawasan yang lebih luas kepada para peserta. Dan kami menunggu kegiatan-kegiatan dari DPD lainnya untuk memberikan pemikiran terhadap bangsa dan negara,” lanjut Yetti.
Menurut Yetti, ADHI secara konsisten menggelar berbagai diskusi dan seminar yang diselenggarakan oleh DPD ADHI di daerah. Selain ADHI Riau dan KAHMI yang menyelenggarakan webinar tentang peran gubernur, beberapa waktu sebelumnya ADHI Yogyakarta bekerjasama dengan Departemen Hukum Perdata FH UII menggelar webinar dengan tema “Perkembangan Hukum Bisnis dan Ekonomi Syariah. Sebelumnya, (ADHI) DPD Jawa barat juga menyelenggarakan dialog NGOPI (Ngobrol Pinter) ADHI mengangkat tema Perkawinan beda Agama dalam tinjauan Yuridis, Filosofis, Religius, dan Sisiologis bekerjasama dengan Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Mahkamah Agung.
Pada acara webinar Peran “Gubernur Sebagai Wakil Pemerintahan Pusat: Tinjauan Hukum Tata Negara” Juramadi mengatakan pada 20 Juli 2018 pemerintah telah mengundangkan PP 33/2014 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. PP ini terbit untuk melaksanakan ketentuan Pasal 91 ayat (8) dan Pasal 93 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ketua DPD Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Provinsi Kepuluan Riau Dr. Drs. H. M. Juramadi Esram, S.H., M.T
Lebih lanjut ia mengatakan sebelum terbitnya PP 33/2018, dibeberapa tempat muncul fenomena raja-raja kecil didaerah dimana Gubernur lebih sering diabaikan. Keberadaan PP ini justru memperkuat hubungan antartingkatan pemerintahan terkait tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
“Dalam pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, hubungan antara gubernur dengan bupati/wali kota bersifat bertingkat, gubernur dapat melakukan peran pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua Umum Majelis Wilayah KAHMI Provinsi Kepulauan Riau Dr. Suryadi, M.H mengatakan kegiatan kolaborasi yang digagas hasil kerjasama antara MW Kahmi Kepulauan Riau dengan DPD ADHI Kepulauan Riau sebagai kontribusi dalam hal ini MW KAHMI Kepri menyikapi dinamika terkait relasi pusat dengan daerah, begitupun satuan pemerintahan daerah provinsi dengan kabupaten/kota. “Besar harapan dengan kegiatan webinar ini memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam memperkuat hubungan antartingkatan pemerintahan, termasuk tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah,” ujar Suryadi.
Sementara itu, Akademisi Hukum Tata Negara pada Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji Pery R Sucipta, S.H.,M.H mengatakan selalu menarik untuk memperbincangkan dan mengkaji hubungan pusat dan daerah, dalam praktik sering terjadi tarik menarik kepentingan (spanning of interest) antar satuan pemerintahan pemerintahan, baik pusat dengan daerah, maupun pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah kota/kabupaten.
“Hal ini salah satunya disebabkan karena pilihan bentuk Negara Kesatuan yang secara konsep berkarakter sentralistik, namun dalam Konstitusi Indonesia memberi ruang penyelenggaraan pemerintahan denga prinsip otonomi yang seluas-luasnya yang cenderung mengarah pada praktik pada bentuk Negara Federal. Disisi lain otonomi adalah salah satu garda depan penjaga Negara kesatuan. Otonomi bukan masalah serba mendaerah sebagai anti tesis serba memusat. Otonomi adalah instrumen penyeimbang dan menyeimbangkan kecenderungan memusat dan mendaerah,” bebernya.
Pada kesempatan tersebut Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum selaku pembicara tunggal mengakat tema “Dualisme Kedudukan Gubernur : Kepala Daerah & Wakil Pemerintah Pusat”, menjelaskan dasar-dasar hubungan antara Pusat dan Daerah dalam kerangka desentralisasi. “Ada empat macam hubungan pemerintah pusat daerah yaitu pertama, dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. Kedua, Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli. Ketiga, Dasar kebhinekaan. Keempat, Dasar negara hukum,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan wujud dualisme kedudukan gubernur dapat dilihat dalam tiga hal. Pertama, Seorang gubernur sebagai kepala daerah yang diipilih langsung oleh rakyat memiliki kedudukan yang strategis di daerah karena memiliki legitimasi politik dan hukum kuat. Kedua, Kedudukan yang dualistis tersebut di satu sisi memberi kesan betapa kuatnya kedudukan gubernur di daerah, tetapi di sisi lain juga bisa dilematis apabila muncul aspirasi dan tuntutan masyarakat yang mungkin bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, sebagaimana yang dihadapi masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara beberapa saat yang lalu dan daerah lainnya.
“Praktek dualisme yang ketiga adalah Mengelola negara sekompleks Indonesia butuh fleksibilitas, saling kompromi, dan saling pengertian tingkat tinggi. Penanganannya sudah serius, tetapi tarikan politik dan asal beda kebijakan, rasanya hanya akan membuat masalah makin berlarut-larut,” jelasnya lagi.
Sementara itu Prof Ni’matul Huda menyoroti Ketegangan Hubungan Pusat dan Daerah di masa pandemi, mulai dari ketegangan antara Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Menteri Koordinator Kemaritiman – Rizal Ramli, perihal pemberhentian proyek reklamasi beberapa waktu lalu. Selain itu ia juga menyoroti ketegangan antara Gubernur DKI Anies Baswedan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman – Luhut Binsar Panjaitan, perihal reklamasi pulau di Teluk Jakarta.
Ketegangan pusat dan daerah juga terjadi antara Gubernur Maluku Murad Ismail dengan Menteri Kelautan dan Perikanan – Susi Pudjiastuti, perihal kebijakan moratorium yang tidak memberikan keuntungan yang lebih baik bagi Provinsi Maluku (nelayan Arafuru) dan Ketegangan antara Gubernur DKI Jakarta dengan sejumlah menteri, antara lain Menteri Jhonny G. Plate, Menko Hartarto dan Menko Luhut Binsar Pandjaitan, terkait penanganan Covid 19. Selain itu juga terjadi ketegangan antara Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara bersitegang dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi – Luhut Binsar Panjaitan. (Berbagai sumber)