Jakarta, ADHINEWS – Guna menjamin kepastian hukum bagi calon investor, pemerintah harus melakukan mitigasi terhadap konflik kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang selama ini banyak terjadi. Pernyataan tersebut disampaikan Guru Besar Universitas Tarumanagara yang juga Ketua Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) DPD DKI Jakarta Prof Dr Ahmad Sudiro, S.H, M.M, M.Hum, M.Kn dalam acara Dialog Nasional dengan tema “Masa Depan Otonomi Daerah Terhadap Keberlakuan Undang-undang Cipta Kerja (resentralisasi ataukah desentralisasi)” pada Senin, 11/10/2021.
Menurut Ahmad Sudiro, dalam keberlakuan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnisbus Law di daerah, pemerintah harus segera menyelesaikan penataan kewenangan antara pusat dan daerah serta antar instansi agar tidak terjadi timpang tindih kewenangan. “Konsep Undang-undang Omnibus Law bukan hanya sekedar mengurangi jumlah undang-undang tapi juga mempunyai konsep untuk mengurangi konflik sehingga tercipta adanya kepastian hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, UU Ombibus law dapat memberikan dampak positif bagi otonomi daerah sepanjang pemerintah daerah segera melakukan review terhadap peraturan-peraturan daerah yag dianggap menghambat investasi untuk kesejahteraan masyarakat.
“Konsep Omnibus Law tidak hanya berlaku di pusat saja tapi juga di daerah perlu diberikan kewenangan seperti dalam pembuatan perda di level propinsi, kabupaten ataupun kota agar bisa mengurangi disharmoni perda dengan peraturaan lainnya,” tambah Dekan Fakultas Hukum Untar ini
Menurutnya, investor akan tertarik menanamkan modalnya baik dipusat dan didaerah asal ada kepastian hukum. “Mereka tidak akan tertarik menanamkan modalnya kalau tidak ada kepastian hukum terkait peraturan daerah selain status keamanan dan politik di derah,” lanjutnya.
Untuk itu, lajutnya, Pertimbangan penerapan Omnibus Law di Indonesia karena pemerintah ingin mengatasi stagnasi, disharmoni dan overlap peraturan-peraturan yang tumpang tindih. “Satu peraturan dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dilakukan revisi, maka dengan Omnibus law ini mengharmonisasikan dari 179 undang-undang ke dalam satu UU Omnibus Law,” ujarnya.
Namun demikian ia mengharapkan dalam pelaksanaannya di daerah, Omnibus Law tetap memperhatikan kearifan lokal baik di propinsi maupun kota dalam mengadopsi UU ini. “Dalam konteks melaksanakan kepastian hukum guna menjamin investasi, skema Omnisbus lawa tidak hanya sekedar menyederhakankan atau mengurangi perda melalui peraturan payung, harus disertai dengan penataan kewenangan yang mengatur hubungan pusat dan daerah,” tandasnya.
Acara dialog nasional dengan tema “Masa Depan Otonomi Daerah Terhadap Keberlakuan Undang-undang Cipta Kerja (resentralisasi ataukah desentralisasi” akan menghadirkan bebagai narasumber yang sangat berkompeten membahas masalah tersebut.
Acara ini menghadirkan Menteri Dalam Negeri Jenderal Pol.(Purn) Prof. H. Muhammad Dr. Tito Karnavian Ph.D, S.H.,M.H sebagai keynote speaker dan pembicara lainnya yaitu Staf Ahli Menteri Bidang Pemerintahan Drs H. Suhajar Diantoro, M.Si, Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara H.Ali Mazi, S.H, dan beberapa narasumber kompeten lainnya seperti Guru Besar Universitas Cendrawasih yang juga Ketua Dewan Penasehat ADHI DPD Papua Prof Dr M Hetharia S.H, M.A, M.Hum, Guru besar Universitas Tarumanagara yang juga Ketua ADHI DPD DKI Jakarta Prof Dr Ahmad Sudiro, S.H, M.M, M.Hum, M.Kn dan Rektor Universitas Eka Sakti yang Ketua ADHI DPD Sumatera Barat Dr Otong Rosadi, S.H, M.H.