Jakarta, ADHInews – Berbagai kasus korupsi yang saat ini masih marak di tanah air menjadikan keprihatinan semua pihak. President Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) Dr. Yetti Suciaty, S.H, MBA menilai, pemberatasan korupsi tidak bisa dibebankan pada salah satu pihak saja namun menjadi tanggung jawab bersama.
Pernyataan tersebut disampaikan Yetti kepada redaksi menanggapi statemen Menko Polhukam Mahfud MD saat memberi sambutan pada pelantikan Dr. Makmun Murad sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mengatakan perguruan tinggi menjadi salah satu terdakwa meluasnya korupsi di Indonesia beberapa waktu lalu.
Menurut Yetti, pemberantasan korupsi merupakan masalah yang sangat komplek dan rumit, sehingga dalam penanganannya memerlukan suatu tindakan yang luar biasa dari sisi pencegahan, penindakan sampai dengan pemberantasan.
“Upaya pencegahan harus diupayakan sejak dari pendidikan paling rendah di tingkat taman kanak-kanak, untuk itu harus melibatkan guru dalam memberikan pembelajaran anti korupsi sejak dini. Demikian juga diperlukan peran serta dari orang tua untuk memberikan pendidikan anti korupsi dilingkungan keluarga,” ujar Yetti di Jakarta, 31/5/2021.
Lebih dari itu, pada tingkatan selanjutnya, dari mulai sekolah dasar, sampai dengan perguruan tinggi, pendidikan anti korusi harus menjadi pelajaran pokok. “Saya sependapat dengan statmen Prof Mahfud yang mengatakan perguruan tinggi menjadi salah satu penanggung jawab maraknya korupsi di Indonesia, karena banyak koruptor justru memiliki jenjang pendidikan tinggi,” tambah married consult dan entepreneur.
Menurutnya, ADHI sangat antusias bekerjasama dengan pendidikan tinggi untuk bersama-sama mencari jalan keluar pemberantasan korupsi melalui kegiatan akademis seperti bersama-sama merencanakan, menyusun dan mengembangkan kurikulum untuk mengkamanyekan anti korupsi.
“Salah satu pengurus ADHI yaitu Ketua DPD ADHI Jakarta Prof Dr Ahmad Sudiro, adalah Dekan fakultas Hukum di Universitas Tarumanegara. Kita bisa memulai dari sana dengan melakukan sarasehan, webinar dan berbagai kegiatan akademis lainnya sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” Tutupnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Menko Polhukam Moh. Mahfud MD mengatakan pada era pasca reformasi sekarang ini, korupsi sangat meluas dan perguruan tinggi menjadi salah satu terdakwa utamanya. Menurutnya, sekarang ini, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif dan secara vertikal dari Pusat sampai ke Daerah-daerah.
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P. – Menko Polhukam
“Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan Pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD” lanjut Mahfud. Menteri Pertahanan era Gus Dur ini menengarai, banyak yang masuk penjara karena jual beli APBN dan Perda. “Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja,” tegasnya seperti dikutip polkam.go.id.
Semua itu dilakukan atas nama demokrasi dan Pemerintah tidak mudah untuk menindak karena di dalam demokrasi, Pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya. “Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi,” tegas Menko Polhukam Mahfud MD.
Kunci penyelesaian menurutnya tak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan, sebab aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi. “Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan,” ujarnya.