Jakarta, ADHINews – Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali naik tahun ini pada beberapa kelas. Meski sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA Nomor 7P/HUM/2020, tapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 34.
Penolakan terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan terus mengalir dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI). President ADHI Dr Yetti Suciaty Soehardjo, SH MBA kepada wartawan di Jakarta mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus dikaji ulang mengingat saat ini masyarakat sedang dilanda Covid-19.
“Langkah Presiden menaikkan iuran BPJS untuk kelas I dan II tidak tepat. keputusan ini menunjukkan pemerintah tidak peka dengan kondisi rakyat di tengah pandemi Virus Corona, ” Ujar Yetti Suciaty yang juga seorang entepreneur ini. Menurutnya, kenaikan iuran bukan satu-satunya cara mengatasi defisit ekonomi negara. Terlebih di tengah resesi ekonomi saat ini.
Menurutnya, seharusnya pemerintah lebih mengedepankan kepentingan masyarakat.”Kami khawatirkan justru akan menambah masalah baru bagi masyarakat. Masyarakat kesulitan dalam membayar iuran dan akan membuat akses layanan kesehatan menjadi terhambat,” tandasnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Ketua ADHI DPD Jateng Prof Dr Edy Lisdiyono, SH, MH mengatakan kenaikan iuran BPJS ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak taat pada putusan Mahkamah Agung karena berpotensi melanggar putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah menolak Perpres 75 Tahun 2019.
Menurutnya, salah satu pertimbangan Mahkamah Agung ketika membatalkan kenaikan iuran BPJS sebelumnya adalah adanya salah tata kelola. “Artinya organ tubuh BPJS sendiri sakit. Akibat kesalahan tata kelola itulah yang menyebabkan defisit di dalam BPJS. Seharusnya untuk menambal defisit itu tidak dibebankan kepada rakyat,” ujar Edy Lisdiyono
Lebih lanjut ia mengatakan Jika pemerintah patuh pada putusan MA, maka internal BPJS lah yang harus dibenahi untuk menambal defisit anggaran tersebut, bukan malah menaikkan lagi dengan membuat Perpres yang baru, itu sebabnya Pemerintah bisa dikatakan tidak patuh pada Putusan Mahkamah Agung.