EDITOR.ID, Jakarta,- President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Dr Yetty Suciaty, SH, MBA menitipkan pesan kepada Presiden dan Wapres terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin agar dalam mengelola pemerintahan lima tahun ke depan tidak mengabaikan pembangunan dan penegakan hukum.
Menurut mantan pengurus HIPMI ini, ada banyak sekali Pekerjaan Rumah (PR) yang harus menjadi perhatian Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf lima tahun ke depan. Diantaranya penyederhanaan regulasi dalam dunia usaha, pemberantasan kejahatan korupsi di penyelenggaraan negara, kejahatan terorisme dan ancaman intoleransi.
Kemudian penguatan lembaga penegak hukum baik Polri maupun kejaksaan dan pengesahan KUHP asli produk Indonesia yang saat ini masih memunculkan polemik dan kontroversi.
“Saya berharap pada policy pemerintahan ke depan, Pak Jokowi jangan sampai mengabaikan agenda pembangunan hukum yang dilakukan secara terukur dan komprehensif,” ujar wanita yang berprofesi sebagai Lawyer dan Pengusaha ini.
Karena pembangunan hukum ini, lanjut Yetti, akan menjadi pijakan dan mendorong tumbuhnya perekonomian. “Ketidakpastian hukum dan aturan akan membuat investor enggan menanamkan modalnya karena mereka dihinggapi rasa ketidakpastian usaha dan perlindungan hukum,” kata Doktor Hukum alumnus Universitas Islam Bandung ini.
Hal ini menurut Yetti, ia dapatkan ketika berbincang dengan sejumlah investor asal Korea. “Banyak pengusaha asing menanyakan kondisi hukum dan keamanan di Indonesia, sejauhmana regulasi yang diterbitkan dan dilakukan pemerintah tidak membebani kalangan dunia usaha. Mereka ingin ada kepastian hukum dan pungutan yang membebani secara bisnis,” kata pakar bidang Hukum Manajemen Perusahaan ini.
Untuk itu, Yetty menyarankan pembangunan dan perbaikan hukum harus menjadi skala prioritas dalam pengelolaan pemerintahan ke depan.
“Harus ada kerjasama yang sinergis dan satu tujuan dengan DPR untuk Indonesia yang lebih maju dan baik, DPR sebagai kekuatan legislator juga harus menghasilkan produk hukum yang produktif bukan justru menciptakan produk hukum yang membuat organisasi kelembagaan negara jadi membengkak dan membuat beban negara jadi besar,” paparnya. (tim)