Jakarta, ADHINEWS – Sebagai negara hukum, Indonesia wajib melaksanakan perlindungan dan penegakan hukum. Negara wajib hadir dalam melindungi warga negara dari berbagai ancaman ketidakadilan, ketidaknyamanan dan penyimpangan hukum lainnya. Setidaknya ada lima faktor yang menjadi penilaian proses hukum yang dilaksanakan yakni pertama hukum harus jelas dan adil. Kedua sarana dan prasarana yang cukup. Ketiga rakyat paham hukum. Keempat, kepercayaan rakyat terhadap kehidupan hukum dan kelima kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum.
Penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) di hampir lima tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengalami kemajuan. Hal itu bisa dilihat dari keberhasilan dari beragam gebrakan yang dilakukan pemerintah, seperti memberantas peredaran narkoba dan pungutan liar (pungli) di dalam lembaga permasyarakatan (lapas) yang patut diacungi jempol. Sebab, pemerintah telah berhasil memutus mafia peredaran narkoba dan pungli di dalam lapas.
Meski demikian, banyak pihak menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja penegakan hukum. ICW memiliki banyak catatan dalam bidang hukum sepanjang 5 tahun kepemimpinan Jokowi-JK. Termasuk di dalamnya terkait reformasi kepolisian, yang dipandang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Salah satu alasannya, hingga kini masih banyak anggota Polri yang tidak patuh dalam mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
ICW mencatat selama 2017-2018, ada 29.526 anggota kepolisian yang wajib melaporkan LHKPN. Tetapi, masih ada 12.779 anggota Polri yang belum melaporkan LHKPN hingga periode itu. Selain itu, ada juga catatan mengenai pengawasan terbatas Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terhadap Polri karena lemahnya kewenangan mereka.
Catatan kedua muncul dari isu reformasi hukum dan penegakan hukum yang bebas KKN. ICW menyatakan arah reformasi hukum belum jelas karena pemerintah hanya fokus mengurus sektor perekonomian. Catatan lain diberikan terhadap isu pemberantasan korupsi. ICW menganggap pemerintahan Jokowi-JK mengerdilkan persoalan korupsi hanya di aspek pungutan liar (pungli). Padahal, selama ini, pungli masuk kategori korupsi kecil (petty corruption).
Dengan sederet prestasi dan koreksi di bidang penegakan hukum 5 tahun kebelakang, lantas bagaimana wajah penegakan hukum pemerintah dimana Jokowi dan Ma’ruf Amin akan menahkodai Indonesia 5 tahun kedepan? President Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) Yetti Suciaty Soeharjo saat ditemui redaksi menghadapkan agar perbaikan-perbaikan di sektor hukum digencarkan selama 5 tahun ke depan.
“Pemerintahan mendatang harus berani membenahi institusi hukum. Institusi hukum harus dijauhkan dari kepentingan politik atau pejabat berlatar belakang partai politik serta bebas dari catatan hukum masa lalu. Pejabat-pejabat yang nanti mengemban tugas sebagai penegak hukum harus benar-benar profesional. tegak berdiri atasnama hukum,” ujar Yetti Suciaty.
Lebih jauh ia mengatakan saat ini ada banyak lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung dan sebagainya. Untuk itu, kini saatnya presiden mengambil peran lebih aktif sebagai konduktor penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, ada dua PR besar dalam penegakan hukum kedepan diantaranya penegakkan hukum yang menyangkut tentang birokrasi di Indonesia termasuk maraknya kasus korupsi kepala daerah dan penegakan hukum terkait penyelesaian konflik hukum. ” Presiden harus bertindak tanpa pandang bulu dan berorientasi pada keadilan bagi masa depan bangsa dan negara,” lanjut Yetti.
ADHI berharap Presiden dan aparat penegak hukum pada masa pemerintahan baru dapat bersikap adil, proporsional, terbuka, dan tidak diskriminatif terhadap siapa saja yang terlibat pelanggaran hukum. (berbagai sumber)