(Dr Bela Indi Sulistio, S.H, M.H. – Ketua DPD ADHI Kalimantan Timur)
Jakarta, ADHINEWS – Pemindahan ibu kota negara sangat memerlukan perencanaan yang panjang. Kemauan politik saja dinilai tidak cukup untuk mewujudkan pemindahan tersebut, tanpa adanya sebuah konsensus yang kuat. Pemindahan ibu kota sudah diwacanakan sejak era Presiden Pertama RI, Soekarno. Pemerintah telah menyelesaikan rancangan Kota (Gemeente) Bandung pada 1927. Tiga puluh tahun yang lalu, salah satu Provinsi yang telah membuktikan pernah merancang kota baru dan dimulai dari nol adalah Kalimantan Timur. Kota baru di Kalimantan Timur merupakan daerah pemekaran, yaitu Kab. Paser; Kab. Penajam Paser Utara; Kab. Kutai Barat; Kab. Kutai Timur; Kota Bontang dan Kab. Mahakam Hulu.
Tahun 1985, pemerintah memiliki National Development System, sebuah dokumen yang membantu pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam merencanakan suatu kota, baik secara strategi maupun filosofis dengan melihat aspek pembangunan 50 tahun ke depan. Sampai sekarang, merencanakan sebuah kota baru, apalagi kota besar adalah un-tested teritory. Jika para ahli diminta menyusun kota besar, akan kesulitan mencari pijakan filosofisnya.
(disain ibu kota baru. sumber : google image)
“Sebelum pemindahan ibu kota dieksekusi, setidaknya dibutuhkan tiga hal prinsip, yaitu strategi perencanaan yang visioner, ahli profesi yang bersertifikat, dan teknokrat yang andal. Pemindahan pun harus memiliki elemen kerangka berpikir agar tercipta kota baru yang kondusif guna mendukung pengambilan kebijakan berbasis IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS. Sambil menyusun kota baru harus disusun pula aspek filosofinya,” ujar Ketua DPD ADHI Kalimantan Timur Dr Bela Indi Sulistio baru-baru ini.
Selain itu, rencana pemindahan ibu kota harus dilihat sebagai sebuah kesempatan besar guna menunjukkan kemampuan anak bangsa yang mengedepankan karakter dan kearifan lokal. Kendati demikian, tetap mempertimbangkan aspek-aspek perencanaan universal dan mengacu pada best practice. Sebab, pemindahan ibu kota belum pernah dilakukan pasaca kemerdakaan. Oleh karena itu, pemindahan ibu kota diharapkan menjadi kota percontohan yang ideal bagi kota lainnya.
Lebih lanjut wasekjend Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ADHI ini mengatakan, Ibu kota negara harus menjadi cerminan karakteristik bangsa. Nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila, tidak bisa hanya sekadar menjadi metafora dalam tampilan arsitektur atau struktur kota lainnya. Nilai-nilai tersebut harus bisa menjadi bagian nafas kehidupan kotanya. Inilah kesempatan untuk menunaikan best practice masing-masing. Rencana pemindahan ibu kota adalah kerja untuk bangsa yang memerlukan sinergi dari seluruh elemen bangsa.
Oleh karena itu, ADHI melalui ahli hukum dengan perspektif keilmuannya masing-masing diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran yuridisnya dalam rencana pemindahan ibu kota sebagai peran aktif dalam membangun Indonesia tercinta.
Di tempat Terpisah President ADHI Yetti Suciaty mengatakan pemindahan Ibu Kota harus benar-benar melalui kajian yang komprehensif. “Pemindahan ibu kota merupakan sebuah pekerjaan besar. Membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang luar biasa. Untuk itu, kami himbau agar dilakukan secara matang,” Tegas Yetti.
Lebih lanjut Yetti mangatakan, pemerintah harus bisa menjelaskan secara transaparan kepada publik tentang rencana dan tahapan pemindahan ini karena menyangkut mobilitas pegawai negeri sipil yang nantinya akan menempati wilayah baru. Meski demikian, Yetti berharap apapun yang dilakukan pemerintah bisa membawa kemaslahatan dan kejayaan Indonesia dimasa mendatang.