Oleh : Prof. Dr. H.K. Martono SH, LLM
Sampai saat ini, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono sudah berhasil mengunduh semua flight data recorder (FDR). Beliau megatakan kondisi data bagus. Ada 69 jam data penerbangan yang direkam dalam 19 flight yang mencakup 1.790 parameter. Berbagai usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan pesawat udara, salah satu usaha pencegahan adalah melakukan investagasi sebab-sebab yang paling mungkin (the proble cause of accident) kecelakaan pesawat udara.
Pada umumnya apabila terjadi kecelakaan pesawat udara terdapat berbagai tanggapan hasil investigasi kecelakaan pesawat udara sesuai dengan profesi dan kepentingan masing-masing. Kepentingan tersebut antara lain dapat dikelompokan mejadi jurnalis, pengacara, perusahaan asuransi, ahli waris para korban, masyarakat umum yang diwakili penegak hukum, pemeritah sebagai regulator, masyarakat penerbangan yang terdiri perusahaan penerbangan beserta asosiasinya, pabrikan beserta vendors, organisasi penerbangan sipil nasional maupun internasional, asosiasi profesi penerbangan seperti IATA, IFALPA, IFATC, INACA, yang diwakili oleh KNKT dll.
Jurnalis mempunyai kepentingan untuk memperoleh berita yang aktual (prima berita) kecelakaan pesawat udara untuk melayani para pelanggannya, sehingga masyarakat mengetahui benar mengenai kecelakaan tersebut, sedangkan pengacara bermaksud memberi bantuan hukum korban yang memerlukan jasanya. Asuransi mencari informasi seberapa besar ganti rugi yang menjadi tanggung jawabnya dan ahli waris para korban ingin mengetahui ganti rugi yang harus diterima, pemerintah mempunyai fungsi untuk meningkatkan pengawasan dan regulasi yang diperlukan.
Kepentingan umum diwakili oleh penegak hukum yang tindakannya bersifat represive action. Unsur-unsur represive action adalah peraturan mana yang dilanggar, siapa yang melanggar, berapa hukumannya, mana buktinya, mana saksinya, diajukan ke pengadilan, dilakukan sidang terbuka untuk umum. Tindakan yang bersifat represif demikian tidak akan dapat menyelesaikan masalah, namun demikian bukan berarti bahwa mereka yang salah tidak dikenakan hukuman. Tindakan represif tersebut tetap dilakukan untuk menimbulkan aspek jera pelakunya, tetapi tindakan tersebut baru dilakukan pada alternatif terakhir.
Dalam dunia penerbangan tindakan yang bersifat represif kurang tepat dan kontraproduktif sebab apabila yang bersangkutan selalu diancam hukuman pidana atau gugatan perdata, hasil investigasi tidak akan optimal, sebab tidak memperoleh data yang diperlukan untuk mencegah kecelakaan dengan sebab yang sama. Siapapun juga pasti akan menghindari ancaman hukuman pidana atau gugatan perdata dan tidak akan jujur.
Semua pihak petugas operasi penerbangan, teknisi pesawat udara, kapten penerbang, pemandu lalu lintas udara, pimpinan perusahaan, pabrikan, vendors, awak kabin yang dituduh atau dicurigai melanggar peraturan pasti akan mengelak dan tidak jujur memberi jawaban sesuai dengan kenyataan yang ada, sebab mereka takut diancam dengan hukuman.
Contoh kronkritnya seorang kapten penerbang tidak memberi instruksi kepada awak kabin, kemudian awak kabin tidak memerintahkan penumpangnya untuk mengambil langkah pengamanan misalnya kencangkan ikat pinggang, tegakkan kursi, lipat meja didepannya, kembali ke tempat duduk, jangan di toilet dll untuk mengurangi korban, maka apabila ditanya pasti akan mengelak. Sebuah sensor untuk megukur jarak antara tanah dengan pesawat udara tidak bekerja dengan baik, apabila teknisi pesawat udara atau pabriknya ditanya pasti akan membantah dan tidak mengakui, karena takut diancam hukuman pidana atau gugatan perdata.
Apabila semua yang terlibat dalam penerbangan baik perusahaan penerbangan beserta perangkatnya, penyelenggara bandar udara beserta perangkatnya, pabrikan beserta perangkatnya mengelak jelas tidak akan mengurangi tingkat kecelakaan. Seorang janda menuturkan pengalaman yang paling terkesan dengan mantan suaminya yang sudah meninggal adalah pada saat pacaran diruang kemudi (cockpit) hal ini tidak akan terungkap apabila mantan suaminya masih hidup, karena itu untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan dengan sebab yang sama harus jujur dan merubah cara pandang yang semula represif menjadi paradigma preventif sebagaimana direkomendasikan Annex 3 Konvensi Chicago 1944.
Menurut paradigma baru yang dilakukan oleh KNKT bersifat preventive action, bertujuan untuk mencegah jangan sampai terjadi kecelakaan dengan sebab yang sama, bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa (who) yang salah, tetapi apa (what) yang salah. Unsur-unsur paradigma baru preventive action adalah tidak akan menyalahkan siapapun juga, tidak perlu bukti, tidak perlu saksi yang mempunyai dampak hukum, tidak terbuka untuk umum dan tidak akan diajukan kepengadilan yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Berdasarkan undang-undang No.1 Tahun 2009 hasil investigasi kecelakaan pesawat udara tidak boleh dibuka untuk umum dan tidak boleh digunakan sebagai alat bukti dalam proses pengadilan pidana maupun gugatan perdata. Apabila hal ini terjadi sudah barang tentu bertentangan dengan kemauan masyarakat penerbangan yang menuntut transparensi hasil investigasi.
Prof. Dr. H.K. Martono
Anggota Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI),
Pakar penerbangan
Guru Besar Hukum Udara Nasional dan Internasional Universitas Tarumanagara
(photo: untar.ac.id)