ADHINEWS.COM, Jakarta,- President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Dr Yetti Suciaty Soehardjo mengatakan kebijakan pemerintah melalui Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan (Kemenristekdikti) memberikan kemudahan bagi Perguruan Tinggi mendatangkan dosen asing akan menciptakan performa Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai world class player (pemain kelas dunia).
Saat ini beberapa perguruan tinggi telah siap mendatangkan dosen asing. Salah satunya Universitas Brawijaya. Kampus yang berlokasi di Malang Jawa Timur tersebut berencana akan mendatangkan sekitar 100 dosen asing.
Hal ini diungkapkan Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Moch Bisri beberapa waktu lalu. Dosen asing tersebut akan berkolaborasi dengan dosen lokal. Sistem pengajarannya juga ada pendampingan dari dosen kampus setempat.
“Kebijakan mengundang dosen asing saat ini menurut saya bisa menjadi katalisator untuk mendorong kemajuan pendidikan di Tanah Air, terutama ketertinggalan kita dari akses perguruan tinggi global,” ujar Yetti Suciaty di Jakarta, Senin (30/4/2018)
Yetti yakin kehadiran dosen asing akan ikut membangun internasionalisasi perguruan tinggi di Tanah Air. “Tujuan pemerintah memudahkan PT mendatangkan dosen asing untuk membuka akses Perguruan Tinggi kita menjadi PT yang berstandar internasional dan diakui dunia, karena memang perguruan tinggi di banyak negara di dunia saat ini saling tukar menukar tenaga pengajar dengan tujuan mengenalkan PT nya ke masyarakat global,” kata Yetti.
Namun terkait rencana mengundang ratusan dosen “impor” atau asing untuk mengajar di berbagai perguruan tinggi di Tanah Air, Yetti meminta pemerintah menerbitkan regulasi yang lebih jelas serta sosialisasi yang lebih massif.
Diakui Yetti, kehadiran dosen asing regulasinya memang sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. “Namun menurut saya regulasi ini masih bersifat umum, pemerintah harus membuat regulasi yang lebih spesifik, khusus mengatur dosen asing,” katanya.
Terkait kebijakan Kemenristekdikti akan mendatangkan ratusan dosen asing, ADHI siap membantu melakukan sosialisasi di kalangan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Menurut Yetti, selain regulasi dan sosialisasi secara masif, kehadiran dosen asing maupun perguruan tinggi asing harus benar-benar sesuai kebutuhan, terutama secara keilmuan.
“Dosen asing yang didatangkan ke Indonesia harus benar-benar terseleksi secara ketat karena nantinya harus mampu mengakselerasi perguruan tinggi menjadi kampus kelas dunia. Keilmuan dosen tersebut harus berbasis teknologi dan memang belum ada di Indonesia,” katanya.
Karena kehadiran dosen asing itu akan bisa membawa pengaruh bagi Perguruan Tinggi di luar negeri bisa semakin intens bekerja sama dan berkontribusi bagi peningkatan riset dan penelitian di Indonesia.
“Adanya profesor asing, berkolaborasi dengan dosen Indonesia, lalu membuat proposal riset, dananya itu harapannya bisa datang dari lembaga-lembaga donor di luar negeri,” terang dia.
Keberadaan dosen asing, lanjut Yetti juga akan bisa memacu dosen dalam negeri meningkatkan kualitas mereka.
“Kehadiran dosen asing ini diharapkan bisa berkolaborasi dengan PTN dan PTS guna mendorong motivasi dosen dalam negeri dan menciptakan iklim pendidikan yang lebih baik, khususnya dalam hal penelitian,” katanya.
Meski demikian, Yetti meyakini pada dasarnya kemampuan dosen-dosen yang ada di dalam negeri, tak kalah dengan dosen impor tersebut.
“Jangan lupa Indonesia itu kaya raya tentang orang-orang cerdas. Jadi tidak akan kalah dengan tenaga ahli dari mana pun,” ujarnya.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) membuka wacana akan mendatangkan sekitar 200 dosen asing sebagai tenaga pengajar di universitas di Indonesia. Oleh karena itu, Yetti mengajak pihak-pihak untuk melihat wacana dan kebijakan terkait asing itu dalam konteks yang positif. “Saya kira dosen dalam negeri tak perlu khawatir dan jangan kebijakan ini dipolitisi,” saran Yetti.
Sebelumnya, rencana Kemenristekdikti mengundang dosen asing ke Indonesia menuai pro dan kontra. Kehadiran para dosen kelas dunia ini dianggap mengancam keberadaan dosen lokal, termasuk gaji yang dinilai cukup timpang, yakni mencapai 4.000 US Dolar atau sekitar Rp52 juta per bulan.
Menanggapi isu tersebut, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti menerangkan, ada konteks yang belum tersambungkan terkait kehadiran dosen asing berstatus tenaga kerja asing (TKA) dengan program World Class Professor (WCP) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti sejak tahun 2017.
Melalui program ini, yang didatangkan dari luar negeri adalah profesor kelas dunia. Bahkan, program WCP juga memberikan kesempatan profesor dalam negeri yang memenuhi persyaratan, sehingga tidak hanya dari luar negeri. “Dari dalam negeri juga diberikan kesempatan,” ujarnya.
Mengenai gaji yang diberikan kepada dosen asing sekitar Rp52 juta per bulan itu, menurut Ali Gufron, itu gaji maksimal yang diterima. Namun, semua itu tergantung dari hasil negosiasi kampus dengan dosen yang mereka undang. Selain itu, juga dinilai skornya.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengungkapkan, melalui Perpres 20 Tahun 2018, warga negara asing dimungkinkan untuk menjadi dosen tetap selama dua hingga tiga tahun lamanya.
“Tujuannya kalau enggak dua tahun, ya tiga tahun, untuk stay di sini (Indonesia). Ya artinya dia bisa stay dua sampai tiga tahun, kayak kita di luar negeri,” ujar Nasir di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Rencananya, Kemenristekdikti akan fokus pada penyerapan tenaga pengajar universitas dari luar negeri yang ahli di bidang-bidang tertentu, misalnya teknologi, matematika, teknik mesin dan sains.
Beberapa negara, kata Nasir, juga sudah menyampaikan minatnya untuk mengirim tenaga pengajar universitasnya ke Indonesia. Di antaranya adalah Australia, Inggris, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
“Paling banyak Australia, Jepang dan Korea Selatan,” ujar dia.
Nasir bakal melaksanakan koordinasi lagi dengan jajarannya untuk memuluskan hal tersebut. Salah satunya membahas mengenai kemudahan kepengurusan izin selama di Indonesia di keimigrasian. (tim)