Bandung, ADHINEWS.COM,– Fenomena temuan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terkait masih adanya dosen yang sulit beradaptasi dengan teknologi digital, tidak merespon negative nya namun ditanggapi dengan positif dan solutif oleh Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI).
President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Yetti Suciaty Soehardjo mengatakan, ADHI sebagai organisasi wadah para Doktor Hukum yang juga sebagian besar anggotanya para tenaga pengajar *menawarkan solusi * untuk menggelar up grading dan diskusi akademis tentang pengembangan keilmuan teknologi digital.
Tujuan dari workshop digital ini untuk meng up date teknologi digital kepada para Doktor Hukum. Terutama dampak kemajuan teknologi digital dikaitkan dengan infrastruktur pranata hukumnya.
“Kami merespon positif pernyataan dari Kemenristekdikti tentang masih adanya dosen ( tdk seluruhnya) yang sulit beradaptasi dengan teknologi, oleh karena itu kami organisasi ADHI menawarkan solusi untuk menggelar diskusi tentang teknologi digital dan kami terus meng up date perkembangannya termasuk media sosial,” ujar Presiden ADHI disela-sela rapat kerja dengan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ADHI Jawa Barat di Bandung, Minggu malam (22/4/2018)
Bahkan ADHI, lanjut Doktor perempuan yang berprofesi sebagai bussines legal consultant dan pengusaha ini, selalu melakukan komunikasi melalui instant massanger atau Whats Apps untuk membagi informasi dan diskusi tentang perkembangan digital dengan para Doktor Hukum member dari ADHI.
Pernyataan Yetti ini disampaikan merespon secara positif Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti yang menilai dosen yang berusia tua atau yang berusia 53 tahun hingga 71 tahun sulit untuk beradaptasi dengan teknologi.
“Saat ini, ada sebanyak 24.381 dosen yang berusia 53 tahun hingga 71 tahun. Dosen-dosen ini, kami nilai akan sulit beradaptasi dengan kemajuan teknologi,” ujar Dirjen Ghufron dalam diskusi mengenai dosen di Jakarta, Kamis silam.
Yetti menambahkan bahwa pihaknya Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) telah mengajukan proposal kerjasama dengan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang salah satu poin diantaranya adalah melakukan up grading terhadap akademisi dan penyandang gelar Doktor agar bisa mengikuti perkembangan teknologi dan keilmuan baru di bidang hukum dan digitalisasi, selain upgrade terus melalui penelitian.
“Kita sudah pernah usulkan pada tanggal 27 Maret yang lalu pada hari jadinya ADHI di ruang kerja IrJenMenristek agar Kementrian Riset mengeluarkan kebijakan untuk membuat up grading kepada para akademisi dalam menambah keilmuan dan mempelajari perubahan dunia di era milenial,” katanya.
Karena, lanjut mantan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini, banyak bidang disiplin ilmu di dunia akademisi baik ekonomi, budaya, politik hingga hukum mengalami perubahan mendasar dengan masuknya era milenial.
“Kemajuan teknologi tidak bisa dihindari, dampaknya adalah perubahan gaya hidup dan pola pikir, akibat digitalisasi banyak masyarakat dengan mudah mengakses informasi apapun dengan cepat, terbuka, bebas, tanpa bisa disaring atau di filter dan ini menyebabkan perubahan sangat mendasar dalam pola pikir dan gaya hidup baru di era milenial, dan hukum harus bisa mengatur dan membentenginya,” paparnya.
Harapan terakhir dari Yetti, ia yakin jika para pakar dan akademisi meski usia sudah tua tapi juga meng up date dan memahami isu-isu milenial. Termasuk dampak dari pengaruh media sosial dan globalisasi digital yang masuk ke Indonesia dan menyebabkan banyak perubahan budaya masyarakat. Karena, para akademisi yang tergabung dalam ADHI juga mendiskusikan persoalan ini dalam tiap pertemuan rutin.
“Kami para Doktor Hukum akan meningkatkan intensitas diskusi untuk saling sharing gagasan mengenai perkembangan baru teknologi digital, namun kami juga akan merencanakan untuk menggelar up grading terkait perkembangan dunia digital saat ini,” pungkas Doktor jebolan Universitas Islam Bandung (Unisba) ini. (tim)