Jakarta, ADHINEWS.COM,- President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Dr Yetti Suciaty Soehardjo, SH MH mengemukakan, jumlah doktor hukum di Indonesia masih minim jika dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia atau Thailand. Oleh karena itu, Yetti meminta agar pemerintah bisa mendorong Perguruan Tinggi dan kalangan praktisi hukum bisa bersinergi untuk melahirkan para Doktor Hukum yang mumpuni baik secara akademis maupun keilmuan praktek.
“Pemerintah harus punya program mencetak Doktor Hukum yang berkualitas melalui sebuah jenjang pendidikan kombinasi antara mendalami ilmu akademis dan dipadukan dengan ilmu praktek,” ujar President ADHI Yetti Suciaty Soehardjo.
President ADHI baru-baru ini melakukan pertemuan dengan pejabat Kemenristekdikti untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan Program Doktoral Hukum yang diselenggarakan Perguruan Tinggi. “Harus ada parameter kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan Program Doktor Hukum agar output kepakaran hukum yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
ADHI, lanjut Yetti juga menyampaikan sejumlah masukan kepada Kemenristekdikti. Diantaranya, ADHI ingin agar ada sebuah lembaga atau badan yang menjaga dan meningkatkan kualitas dan mutu bagi para penyandang gelar Doktor Hukum Indonesia melalui pendidikan berkelanjutan.
“Misalnya harus ada semacam continues profesional education atau jenjang pendidikan berkelanjutan atau CPD poin, agar para doktor bisa mengup grade keilmuannya dengan isu-isu hukum terbaru yang terus berkembang pesat diantaranya UU atau peraturan baru, misalkan saat ini ada UU ITE di bidang digital saya yakin banyak ilmuan hukum bergelar Doktor di tempat kita banyak yang belum mengup date masalah hukum tersebut,” katanya.
Para Doktor tersebut, lanjut Yetti harus di up grade kelimuannya melalui pendidikan up grading meski mereka sudah menyandang gelar Doktor. Tujuannya agar para Doktor Hukum tersebut tidak tertinggal dengan perkembangan hukum yang terus berubah dalam setiap waktu.
President ADHI juga menyarankan kepada pemerintah agar memberikan kesempatan yang lebih luas dalam hal pemberian bea siswa kepada kalangan praktisi hukum swasta. Jangan sampai kesempatan mengakses bea siswa hanya banyak kepada kalangan birokrat, PNS dan akademisi semata. Karena makin meningkatnya jumlah Doktor Hukum di kalangan praktisi akan menambah kualitas pekerjaan profesi hukum.
Kalau selama ini, lanjut Yetti, beasiswa doktoral banyak diberikan kepada PNS, ke depan persentasenya harus lebih besar ke masyarakat umum agar ada keadilan dalam jenjang pendidikan bagi masyarakat Indonesia.
“Mudah-mudahan dengan langkah ini kami dapat meningkatkan kualitas pengembangan SDM di Indonesia melalui jalur pendidikan,” tuturnya. (tim)