Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly saat menghadiri Conference of State Parties (COSP) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC/Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Anti-korupsi) ke-7 di Markas PBB Wina, Austria, Senin (6/11/2017)/Dok. KBRI – PTRI Wina
Jakarta, ADHINEWS.COM,– Peningkatan kerja sama internasional menjadi aspek utama dalam melawan korupsi, khususnya terkait dengan pemulihan aset hasil kejahatan. Dan penyitaan aset para koruptor.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan Indonesia terus aktif ikut serta dalam kerja sama internasional khususnya di bidang ekstradisi dan bantuan hukum.
Hal itu bertujuan untuk dapat menangkap para pelaku dan memulihkan aset yang ditempatkan di luar negeri.
“Bagi Indonesia, kerja sama internasional untuk memulihkan aset hasil kejahatan tetap menjadi tantangan utama,” katanya dalam keterangan pers, Selasa (7/11/2017).
Menkumham yang hadir dalam 7th Session Conference of State Parties of the United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) menambahkan, Indonesia seringkali ditempatkan dalam posisi yang sulit, karena diharapkan untuk cepat menetapkan suatu perkara sebelum ada informasi yang dibagikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mendapatkan manfaat yang besar atas maraknya political will dari sejumlah yurisdiksi yang bekerja sama dengan Indonesia.
“Contohnya Hong Kong, Mauritius, dan New Jersey dalam pembagian informasi, pembekuan aset dan penegakkan putusan pengadilan untuk menyita. Kesuksesan ini telah menunjukkan perbedaan sistem hukum seharusnya tidak mengganggu kerja sama pemulihan aset internasional,” tambahnya.
Dalam konvensi PBB tentang antikorupsi ini, Menkumham berharap adanya proses peninjauan implementasi UNCAC agar lebih dapat menghasilkan rekomendasi yang menguntungkan bagi Indonesia.
Contohnya, untuk memperbaiki jenjang legislatif dan dapat mengidentifikasi kebutuhan spesifik akan bantuan teknis.
Berkaitan dengan bantuan teknis, harus dirancang secara khusus dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara anggota. Hal itu, juga termasuk dengan bantuan dalam membuka dan menghubungkan komunikasi dengan negara yang diminta dalam konteks bantuan hukum yang saling menguntungkan.
“Proses ekstradisi juga harus menyediakan ahli yang kompeten termasuk pihak berwenang dari negara yang dimaksud untuk memfasilitasi eksekusi yang efektif dari permintaan tersebut,” ujarnya. (rai)