Jakarta, ADHINEWS.COM,– Pengamat Hukum Dr Yetti Suciaty Soehardjo kembali menghimbau kepada aparat penegak hukum untuk bisa solid dan bersinergi dalam upaya memerangi korupsi. Jangan lagi ada egosentris diantara sesama penegak hukum.
“Perlu ada komunikasi intensif antara Kepolisian selaku lembaga penyidik dengan Kejaksaan selaku lembaga penuntut agar ada kesamaan pandangan dalam hal perang terhadap kejahatan korupsi. Mekanisme hukum apapun tetap bisa diharmonisasikan,” ujar Dr Yetti yang tengah berada di Bali dalam rangka peluncuran buku.
Pandangan Dr Yetti ini menanggapi penolakan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) terhadap kewenangan penuntutan pada Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri.
PJI menganggap rencana kehadiran Densus Tipikor di tubuh Polri tidak masalah. Tapi kewenangan penuntutan Densus Tipikor dinilai PJI tidak sesuai prinsip hukum.
“PJI tidak masalah. Namun penempatan penuntutan, yang merupakan bagian dari densus tersebut, menjadi masalah. Tidak sesuai prinsip hukum dan tidak sesuai dengan undang-undang,” ujar anggota PJI Dr Reda Manthovani dalam konferensi pers di Bakoel Coffie, Jalan Raya Cikini Nomor 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (22/10/2017).
UU yang dimaksud adalah UU Kejaksaan. Menurutnya, ini berbeda cerita dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki UU Tipikor tersendiri.
“Yang jelas melanggar UU Kejaksaan. Karena penuntut umum tertinggi di tangan Jaksa Agung. Kenapa KPK bisa? Karena ada UU, amanat UU Tipikor, dibuat karena sebagai trigger mechanism. Karena penegak hukum konvensional dianggap tidak mampu dilebur di sana,” papar mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) itu.
Yang dikhawatirkan oleh Reda nantinya adalah berkurangnya independensi penuntutan. Hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan dikendalikan oleh penyidik. Bagi Reda, peraturan terkait penuntutan sudah diatur sedemikian rupa dalam UU. Jika Densus Tipikor ingin all out, keseluruhan mekanisme kerja harus diperbaiki.
“Jangan mengatur ini di ranah penuntutan. Kita sudah ready di penuntutan. Kalau memang ingin supaya all out, ini dalam rangka efisiensi tidak bolak-balik, harus perbaiki menyeluruh,” kata jaksa senior yang menunggu dilantik menjadi Aspidum Kajati Sulsel itu.
Oleh sebab itu Reda meminta agar mekanisme yang diperbaiki nantinya bukan hanya untuk perkara tipikor. Karena di Kementerian Hukum dan HAM sudah ada draft revisi UU yang mengatur integrasi penyidik dan penuntut.
“Bukan cuma mekanisme penanganan perkara Tipikor tapi perkara lainnya. Revisi KUHAP sudah ada RUU draftnya di Kumham. Sudah selesai. Integrasi penyidik dan penuntut sudah diatur di draft tersebut,” pungkas Reda.
Menanggapi alasan PJI, menurut Dr Yetti keberadaan Densus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri seharusnya fokus pada penanganan korupsi yang tidak ditangani KPK.
“Alangkah bagusnya kalau Densus Tipikor Polri lebih memprioritaskan penanganan kasus korupsi yang melibatkan internal kepolisian,” katanya.
Dengan lebih fokus, lanjut Dr Yetti, pembenahan internal dan tidak akan terkesan menjadi pesaing KPK. (tim)