Jakarta, ADHINEWS.COM,- Ombudsman Republik Indonesia menilai Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) cenderung membiarkan terjadi degradasi moral pada perguruan tinggi di Indonesia. Degradasi terjadi akibat adanya pembiaran transaksional dari Kemenristekdikti.
Komisioner Ombudsman RI Laode Ida dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Tinggi-Rendah Kualitas Perguruan Tinggi Kita?’, Jakarta, Sabtu (14/10/2017) mengkritik pengelolaan perguruan tinggi di tanah air.
Bahkan yang membuat lebih miris, Laode juga menyebut sejumlah perguruan tinggi sekarang lebih banyak berlomba mencari uang dari mahasiswa. Perguruan tinggi tak pernah peduli lulusannya dapat bekerja apa tidak.
“Perguruan tinggi berlomba cari uang dari mahasiswa. Enggak peduli nanti bsa bekerja atau tidak,” ucap Laode.
Laode menganggap degradasi moral di PT ini terjadi akibat adanya pembiaran transaksional dari Kemenristekdikti.
“Mungkin bagian dari masa lalu tapi sekarang cenderung begitu, pencabutan izin kemarin itu dampak kemudahan pemberian izin yang transaksional,” kata Laode.
Menurut Laode, saat ini standar moral perguruan tinggi di tanah air sudah terinjak-injak. Apa lagi, kata dia, setiap orang yang mengejar jabatan diarahkan untuk mengambil ijazah dengan cara salah.
“Karena semua orang diarahkan untuk memperoleh ijazah. Dipaksa setiap daerah memiliki perguruan tinggi kan bisa perguruan tinggi vokasi, pengelolaan sumber daya alam lokal. Itu yang harus dikembangkan,” ujarnya.
Hal itu terlihat dari sikap Kemenristekdikti yang membiarkan sejumlah Universitas dipimpin oleh orang yang bermasalah.
“Saya lihat Kemenristek cenderung membiarkan terjadi degradasi moral perguruan tinggi di Indonesia. Ini kentara sekali ketika membiarkan perguruan tinggi dipimpin orang yang bermasalah,” ujar Laode.
Ombudsman menemukan upaya transaksional di sejumlah perguruan tinggi, salah satunya Universitas Manado (Unima). Ombudsman telah melaporkan temuan itu ke pihak Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Unima dilaporkan ke Ombudsman. Kami sudah memberikan catatan ke menristek tapi rektornya tetap diangkat,” kata Laode.
Laode mengatakan, beberapa hal yang menjadi catatan adanya permainan di Unima antara lain, proses kuliah yang tidak jelas. Bahkan dari keterangan saksi, salah satu mahasiswa di Unima mengaku memeroleh ijazah bodong. Artinya, ijazah didapat tanpa melakukan riset.
“Diduga ada transasksi ada permainan yang harus dicurigai Kemenristekdikti. Ombudsman siap berikan data,” ujarnya.
Dia menduga, saat ini perguruan tinggi tidak berkiblat pada aturan akademik. Paling parah, lanjut Laode, ketika adanya permintaan dari petinggi kampus untuk membuka jurusan tertentu hanya untuk memperoleh gelar atau ijazah. “Lalu ada kepala daerah tiba-tiba doktor,” ucapnya.
Laode menilai, penyebab carut marutnya perguruan tinggi itu karena menyimpang dari aturan atau syarat dasar. Apalagi, upaya-upaya transaksional di lingkungan perguruan tinggi saat ini mulai mengakar.
Untuk itu, Ombudsman sangat berharap lembaga pengawasan DPR mengawasi dugaan adanya permainan di sejumlah perguruan tinggi di tanah air. Sebab, dia curiga rektor yang diusung parpol menguasai kampus melalui kader-kadernya.
“Saya berharap pengawasan DPR itu pengawasan politik, rektor diusung parpol, saya menduga menguasai kampus melalui kader-kader tertentu,” pungkas Laode. (tim)